Seorang pemuda lulusan universitas ternama dengan kemampuan akademik
yang sangat luar biasa sedang meng-apply pekerjaan di sebuah
perusahaan PMA bonafit ternama yang selalu diidam-idamkan oleh banyak
lulusan universitas untuk berkarir di perusahaan tersebut. Pemuda
tersebut melamar posisi manajerial yg memang ditawarkan oleh
perusahaan tersebut.
Pemuda tersebut berhasil melalui berbagai tahap test dengan lancar.
Dan tibalah saatnya untuk tahapan test terakhir yakni interview
Direksi. Tahapan ini menjadi sangat penting karena menjadi tolok ukur
seseorang diterima di perusahaan tersebut atau tidak.
Direktur perusahaan tersebut mendapati dari CV pemuda itu berbagai
macam prestasi dan penghargaan akademik yang sangat luar biasa, mulai
dari sekolah menengah sampai pada postgraduate research-nya, tidak
pernah terlewatkan setahunpun bagi pemuda ini untuk meraih skor
tertinggi akademik dan prestasi akademik yang membanggakan.
Direktur perusahaan pun mulai bertanya, " Apakah anda pernah
mendapatkan beasiswa selama anda sekolah/kuliah ?", pemuda tersebut
menjawab, " Tidak..".
Direktur kemudian melanjutkan pertanyaannya, " Apakah ayahmu yang
membayar seluruh biaya pendidikan dari awal sekolah sampai kamu
akhirnya lulus seperti saat ini ?"
Pemuda tersebut menjawab, " Ayah saya meninggal dunia ketika usia saya
masih belum genap setahun, yang membayar seluruh biaya pendidikan saya
adalah ibu saya ."
Direktur bertanya, " Ibumu bekerja dimana...?"
"Ibu saya bekerja sebagai seorang pencuci baju keliling..", jawab sang pemuda.
Akhirnya Direktur meminta pemuda tersebut untuk menunjukkan tangannya
pada sang Direktur.
Pemuda tersebut menunjukkan telapak tangannya yang terlihat sangat
mulus dan halus dan tanpa cacat dan noda sedikitpun.
Direktur kembali bertanya, " Pernahkah anda membantu ibu anda mencuci
pakaian sebelumnya...?"
Pemuda menjawab, " Belum pernah, ibu saya selalu menyuruh saya fokus
belajar dan membaca banyak buku, dan juga karena ibu saya dapat
mencuci lebih cepat daripada saya."
Direktur itupun berkata, " Saya mempunyai satu permintaan. Setelah
anda kembali setelah wawancara ini, pergilah dan bersihkan tangan
ibumu, lalu temuilah saya besok ditempat ini."
Singkat cerita pemuda itupun keluar dari ruang Direksi, dan pulang
kerumah. Pemuda tersebut merasa kesempatannya untuk diterima di
Perusahaan tersebut terbuka sangat lebar. Setibanya dirumah dengan
rasa bahagia dia meminta ijin pada ibunya untuk membersihkan tangan
ibunya.
Dengan rasa terkejut, bahagia dan bingung bercampur jadi satu, ibu
dari pemuda tersebut akhirnya menuruti permintaan anaknya tersebut.
Ibu itu pun memperlihatkan tangannya untuk dibersihkan oleh anaknya.
Dengan sangat perlahan pemuda itu mulai membersihkan tangan ibunya.
Tak terasa butiran air mata pun jatuh dan mulai mengalir dengan deras
dari kelopak mata pemuda tersebut.
Pertama kali dalam hidupnya, dia baru mengetahui betapa kasar tangan
ibunya, sampai sampai tangan ibunya terasa seperti parutan kelapa, dan
bahkan tangan itu terluka.
Beberapa kali ibunya menarik tangannya karena menahan perih dari luka
yang terkena air sabun yang ada ditangannya.
Pertama kali jugalah dalam hidupnya pemuda itu SADAR bahwa kedua
tangan inilah yang mencuci pakaian-pakaian setiap hari hanya untuk
dapat membayar biaya pendidikannya. Luka dan bentuk parutan yang
timbul ditangan ibunya adalah sebuah harga yang harus dibayar agar
sang anak dapat bersekolah, memiliki prestasi akademik yang baik, dan
memiliki masa depan yang cerah.
Setelah selesai mencuci tangan ibunya, pemuda ini dengan diam-diam
mencuci seluruh pakaian yang sebenarnya harus dicuci oleh ibunya.
Malam itupun, pemuda dan ibunya menghabiskan malam yang berbahagia itu
dengan bercerita sepanjang malam.
Pagi hari yang dijanjikan pun tiba, pemuda itu kembali ke ruang
Direktur untuk kembali menemui sang Direktur.
Sang Direktur mengetahui jika mata pemuda tersebub sembab karena telah menangis.
Direktur kemudian bertanya, " Dapatkah anda menceritakan pada saya,
apa yang telah anda lakukan dan hikmah apa yang bisa anda petik di
rumah anda ?"
Pemuda menjawab," Saya membersihkan tangan ibu saya, dan juga mencuci
seluruh pakaian yang seharusnya dicuci oleh ibu saya."
Direktur kembali bertanya, " Tolong ceritakan perasaan anda.."
Pemuda itu pun menjawab, " Pertama, saya sadar sekarang apa arti
sebuah penghargaan. Tanpa ibu saya, saya tidak akan seperti yang anda
saksikan sekarang ini.
Kedua, Dengan bekerja bersama dan membantu ibu saya, saya baru
mengetahui betapa sulitnya apa yang telah dilakukan ibu saya hanya
untuk dapat menyekolahkan saya.
Ketiga, saya menjadi sadar apa arti pentingnya sebuah penghargaan dan
rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada ibu saya, dan nilai dari
sebuah hubungan kasih sayang dan kekeluargaan."
Direktur itu kemudian berkata, " Inilah yang selama ini saya cari
untuk posisi seorang manajer. Saya ingin merekrut seseorang yang dapat
menghargai dan membantu sesamanya, baik bawahannya dan atasannya,
seseorang yang mau mengerti bagaimana orang lain mengerjakan dan
mendapatkan sesuatu, dan seseorang yang TIDAK HANYA MENGEJAR UANG
sebagai TUJUAN HIDUPNYA.
OK...Anda DITERIMA...Sekali lagi selamat bekerja..!".
Setelah pemuda ini berstatus karyawan, kemudian dia bekerja dengan
keras, dan menerima penghormatan yang mendalam dari bawahannya. Setiap
orang bekerja dengan rajin sebagai sebuah tim yang utuh. Kinerja
Perusahaan ini pun meningkat dengan pesat.
Seorang anak, yang dilindungi dan terbiasa mendapatkan apa yang dia
inginkan, lambat laun akan membentuk dan menumbuhkan sikap mental yang
hanya menuntut hak (entitlement mentality) yang mengakibatkan ego
sentris dan mengutamakan dirinya sendiri. Dia akan selalu menolak
setiap dukungan dari orang tuanya.
Ketika dia mulai bekerja, dia berasumsi bahwa setiap orang harus
mendengarkan dan mengikuti perintahnya, dan saat dia menjadi manajer,
dia tidak akan mau tahu penderitaan yang dialami karyawannya dan
selalu menyalahkan orang-orang disekelilingnya.
Orang seperti ini, mungkin bagus secara akademik, mungkin juga sukses
dalam bidangnya, namun kadang-kadang tidak dapat merasakan apa arti
sebuah penghargaan. Dia selalu mengeluh dan dipenuhi kebencian dan
dapat menghancurkan sesamanya jika perlu.
Jika kita termasuk orang tua yang bertipe protektif, sesungguhnya kita
ingin menampilkan rasa cinta kita atau malah menghancurkan karakter
dan kepribadian anak kita kelak...?
Anda dapat mengajak anak anda tinggal dirumah yang besar dan mewah,
makan makanan yang terbaik, me-leskan piano, menonton televisi dengan
layar yang lebar. Tapi saat tiba saatnya untuk anda memotong rumput di
halaman rumah anda, tolong ajaklah anak anda, berilah mereka
pengalaman ini. Setelah selesai makan, ajaklah mereka untuk
membersihkan piring, mangkok, dan sendok mereka sendiri bersama-sama
dengan kakak dan adiknya.
Hal itu dilakukan bukan berarti karena anda tidak memiliki uang untuk
menyewa seorang pembantu, namun karena anda mencintai mereka dan
menunjukkan jalan yang benar. Anda menginginkan anak anda untuk
mengerti, tidak peduli seberapa kaya orang tua mereka, suatu hari
mereka harus mandiri dan kelak juga akan menjadi seperti ayah dan ibu
mereka sekarang.
Hal yang paling penting adalah anak anda belajar bagaimana anak anda
menghargai usaha dan pengalaman, dan belajar bagaimana bekerja bersama
orang lain untuk mendapatkan suatu hasil..
0 comments:
Posting Komentar